Kesulitan dan penderitaan membuat kita merasa kosong. Kita sering mencoba mengisi kekosongan dengan hal-hal yang fana. Masalahnya, kita merasa lebih kosong lagi setelah itu.
Dulu, saya mengalami kehidupan yang sulit. Dimulai dengan masalah dalam rumah keluarga lalu saya yang jatuh dalam pergaulan buruk.
Tapi, sekarang ada harapan baru, dan hati saya tidak kosong lagi. Bacalah bagaimana cara saya mendapatkan pemulihan dari hidup yang hancur.
Asal Mula Kekosongan Hati
Perjalanan hidup saya sangatlah tidak mudah. Sejak bayi, orang tua saya bercerai karena menikah saat masih muda dan belum siap secara mental. Akibatnya, sejak bayi saya dirawat oleh nenek, kakek, dan tante saya.
Kemudian, saya harus pindah ke Sulawesi mengikuti tante dan om saya yang bekerja di sana. Mereka menjadi pengganti orang tua saya.
Namun, selama di Sulawesi, kehidupan saya tidak berjalan dengan baik. Meski saya memiliki kedua orang tua di sana, masih ada rasa kosong dalam hati saya karena sakit hati atas perceraian dan menolak keluarga baru.
Kenakalan Saya Akibat Kekosongan Hati
Saya mencoba mencari harapan yang bisa mengisi hati saya yang kosong. Saya mencari kasih sayang dan perhatian dari teman-teman.
Namun, masalahnya, teman-teman ini pemakai narkoba, perokok, sering pacaran beda agama, dan seks bebas. Saya pun terjun ke dalam kehidupan tersebut.
Kami bersenang-senang setiap hari, namun ketika pulang ke rumah, saya menjadi kosong lagi dan menjadi anak yang pendiam. Saya sering berimajinasi dan menciptakan dunia sendiri dalam kamar untuk menemani kesepian saya selama 13 tahun.
Dalam perjalanan hidup ini, saya mencoba menutupi kenakalan, dosa, dan sakit hati dengan prestasi. Saya memiliki topeng yang kelihatan bagus. Namun, ketika dibuka, isinya sangat hancur dan buruk.
Suatu hari, topeng saya sedikit terbuka. Tuhan membawa saya ke titik nol. Ini dimulai saat 10 dosen menyalahkan saya dan memutuskan skors satu tahun atas kasus kenakalan saya. Teman-teman menjauhi saya dan bergosip. Nama baik dan prestasi saya hancur.
Saya juga sakit tulang belakang. Tapi, yang paling menyakitkan adalah ketika saya terus mempermalukan nama baik orang tua dengan kenakalan saya. Harapan saya mulai menghilang.
Pertobatan Saya dari Kenakalan
Namun, orang tua saya tidak marah atau menghakimi saya. Malah mereka memeluk saya dan berkata, “Pasti capek ya, istirahat dulu.” Saya pun menangis, menyadari kasih sayang yang saya cari-cari ternyata ada di rumah.
Kenakalan saya membuat saya malu dan menangis setiap malam. Bahkan sampai menyembunyikan diri dari lingkungan sekitar. Disaat itulah saya ingin kembali pada Allah.
Namun, itu bukan hal yang mudah karena ada harga yang harus dibayar. Ada konsekuensi yang harus dilewati yaitu menurunkan ego, menanggung malu, sakit, dan kehilangan. Terutama ketika melepaskan ikatan dosa-dosa itu penuh perjuangan, air mata, jatuh bangun sampai bisa lepas sepenuhnya.
Saya terus berdoa, “Tuhan, ampuni saya untuk semua dosa saya, juga sakit hati yang dipendam selama ini. Saya mau bertobat dan percaya bahwa Yesus sudah mengampuni dosa saya saat wafat di kayu salib. Mampukan saya, Tuhan, untuk lepas dari ikatan dosa dan isi hati saya dengan kasihMu.”
Kisah saya seperti anak bungsu yang meninggalkan Bapanya dan membawa harta warisan untuk berfoya-foya sampai habis. Kemudian, saya memutuskan untuk kembali ke rumah dengan keadaan mau bertobat.
Kasih yang Memulihkan Hidup Saya
Ternyata, bapa dalam kisah anak bungsu itu menyambut dengan hati yang penuh kasih dan memaafkan anaknya. Begitulah yang saya rasakan saat Tuhan menyambutku dan mengampuniku dengan kasih-Nya melalui Yesus.
Disaat itu, kasih Tuhan memeluk saya dan mengingatkan saya dengan ayat Mazmur 27:10, “Sekalipun ayahku dan ibuku meninggalkan aku, namun Tuhan menyambutku.”
Saya mulai membangun kembali hubungan saya dengan Tuhan melalui membaca Firman Tuhan dan berdoa setiap hari. Kasih Tuhan yang sejati mengisi kekosongan hati saya dan memuaskan saya.
Saya juga memulai meminta maaf kepada orang tua saya. Kami berpelukan dan saling meminta maaf.
Pelan-pelan, kehidupan saya dipulihkan Tuhan. Saya kembali ke kampus dan bertemu dengan ayah kandung saya yang berpisah selama 21 tahun. Lalu, saya berdamai dengan mama papa kandung meskipun kami bertiga punya kehidupan masing-masing.
Hubungan saya dengan keluarga sangat baik saat ini. Saya juga memiliki komunitas baru yang sehat. Dulu, hati saya kosong tapi sekarang ada harapan sejati bahwa masa depan saya akan lebih baik.
Kita tidak bisa memilih dari keluarga mana kita dilahirkan dan tidak bisa mengubah masa lalu. Yang bisa kita lakukan adalah datang pada Yesus. Karena hanya Yesus yang dapat mengubah masa depan kita dan mengisi hati kita dengan kasih-Nya.
Ingin mengalami kasih Yesus yang membawa harapan untuk masa depan?
Aku lahir untuk hidup dalam pengharapan dan hudup untuk mati dalam penuh pergumalan terakhir